Refleksi 200 Tahun Kota Bandung
Tepat tanggal 25 September 2010, bandung berulang tahun yang ke 200. Sebuah usia yang sudah cukup matang untuk menjadikan sebuah kota tempat tinggal yang nyaman. Berangkat dari sebuah ibukota propinsi jawa barat, Bandung merupakan primadona bak gadis yang masih muda jelia. Pesonanya membuat banyak orang ingin berkunjung di Bandung, seperti udara sejuk, kawasan yang ditumbuhi banyak pohon, objek wisata yang menarik, pusat belanja yang ekslusif, universitas unggulan, dll. Banyak hal yang ditawarkan oleh kota Bandung sehingga banyak orang berbondong-bondong mengunjungi kota ini.
Namun, seiring dengan laju urbanisasi yang cukup tinggi, kota Bandung tidak mampu memberikan fasilitas yang memadai bagi penduduk asli maupun pendatang. Kebanyakan pembangunan cenderung digunakan untuk memberikan “kenyamanan” bagi warga berduit dengan berdirinya mall, penginapan mewah, hotel, dan tempat shopping. Sarana dan prasaranapun masih kurang diperhatikan. Banyaknya jalanan yang berlubang membuat pengendara motor semakin was-was ketika gelap dan hujan. Walaupun baru saja diperbaiki, lubang di jalan sudah mulai terbentuk dan sepertinya akan semakin membesar *jalan tubagus*. Jalanan di bandung juga tidak pernah bertambah walaupun jumlah kendaraan semakin bertambah. Pertambahan ini bukan hanya berasal dari penduduk kota Bandung, tapi juga kontribusi kendaraan yang berasal dari jakarta berkat adanya jalan tol jakarta-bandung. Hal ini membuat kendaraan pribadi dari luar kota semakin mudah memadati kota Bandung ini.
Aneh juga sebenarnya bagi saya yang awam ini. Dengan semakin banyaknya kendaraan yang memadati ruas jalan di Bandung, jalanan tetap tidak pernah ditata ulang baik itu arah jalurnya *kebanyakan jalan bandung searah* maupun tidak ada penambahan jalan layang misalnya.
Transportasi umum sebenarnya sangat memadai di bandung ini. Setiap menit pun ada angkot lewat. Namun yang mengkhawatirkan adalah seringnya angkot ini ngetem *berhenti lama nunggu penumpang* sehingga membuat penumpang menghabiskan banyak waktu dijalan. Semakin jauh jarak yang ditempuh, rasanya lebih enak menggunakan kendaraan pribadi. Pernah suatu ketika saya naik angkot menuju stasiun. Dari tamansari pukul 19.20 dengan harapan sampai stasiun pukul 19.45 karena tidak terlalu jauh jaraknya. Eh ternyata angkot itu ngetem lama banget di depan BEC. Udah sekitar 19.45 angkot tidak beranjak dari tempat ngetemnya di deket BEC. Akhirnya saya muntap dan marah2 sama si sopir angkot. Saya mengancam kalo ga berangkat mau turun karena ngejar kereta jam 20.00. Eh ternyata sopirnya marah sendiri. Angkot itu langsung melesat kencang melewati jalanan pajajaran. Bukan hanya kencang, tapi kencang banget. Uhh,, jadi deg-degan tapi ya seneng aja karena cepet sampai.
Selain transportasi, kehidupan kaum tersisih juga masih memprihatinkan. Masih banyak pengemis-pengemis yang beroperasi di jalanan. Semakin lama rasanya semakin banyak pengemis dijalanan terutama di perempatan jalan. Seperti misalnya di perempatan dago, kalau siang dipadati pengamen dan pengemis setengah tua. Jika malam hari dipadati pengemis anak-anak dan penjaja bunga. Lain lagi di perempatan juanda jembatan layang, kadang ada orang peminta juga disana. Sepertinya mereka tidak ada yang memperhatikan sehingga masih dengan leluasa meminta-minta di jalanan. Hidup memang sedang susah. Apapun pasti dilakukan untuk menyambung hidup keluarga tak terkecuali harus mengemis. Ketika saya ada tugas wawancara dengan pengemis di daerah salman, mereka mengemis karena tidak memiliki keahlian. Lebih baik mengemis daripada menjadi pembantu rumah tangga karena pendapatannya lebih banyak dan kerjanya tidak berat. Sebenarnya aneh juga, mengemis bisa lebih kaya daripada PRT. Dengan adanya fenomena seperti itu, bukan suatu hal yang mustahil jika pengemis akan semakin memadati kota bandung ini. Harus ada penanganan yang serius dari pemerintah agar tidak terjadi ledakan pengemis yang bisa merusak citra bandung.
Pemerintah bandung sendiri sepertinya kurang memberikan gebrakan yang berarti karena selama ini Bandung stagnan dalam pembangunan. Sekarang sudah banyak lahan terbuka dan taman kota di sekitar jalan namun taman-taman tersebut hanya sekedar taman dengan pohon-pohon hijau semata. Tak ada fasilitas-fasilitas yang menarik sehingga banyak pengunjung. Pembangunan di Bandung seperti tidak memiliki arahan yang jelas. Dengan berbagai masalah yang ada seperti kepadatan penduduk tinggi, polusi yang luar biasa, jalanan macet, parkir yang tidak tertib, pembangunan kawasan di bandung utara, kebijakan pembangunan yang cukup kentara hanyalah pembuatan taman kota di sekitar dago dan pembuatan jalur sepeda di tepi jalur utama. Jalur sepeda pun harus di cat biru. Masa jalan harus di cat, emang kaya busway aja. Sebenarnya idenya bagus sekali tetapi haruskah jalur sepeda dicat dijalanan beraspal. APakah dengan dicat warna biru, akan banyak orang yang memakai sepeda? Jika masih saja kondisi jalan tidak ditertibkan maka harapan itu hanyalah isapan jempol belaka seperti halnya tata tertib di kota bandung yang cukup menggelikan.
Saya pernah berjalan-jalan disekitar jalan otista dan daerah dago. Di daerah otista, ada rambu-rambu yang tertulis, “angkota dilarang menurunkan penumpang disini, melanggar denda Rp.XXX”. Kalau ga salah berbunyi seperti itu. Eh pada kenyataannya masih banyak angkota yang ngetem didaerah rambu itu. Ada juga rambu-rambu “Dilarang berjualan di sekitar jalan ini, melanggar denda Rp.XXX”. Namun rambu itu hanyalah sebuah pajangan saja. Masih banyak pedagang yang berjualan disitu. Sungguh sangat menggelitik bagi saya. Koq bisa-bisanya tidak ada penertiban dan rasanya sudah merupakan hal yang lumrah melanggar peraturan yang dibuat sendiri. KOQ BISA? Tanya saja sama penegak aturan.
Selidik punya selidik, ternyata banyaknya rambu-rambu larangan tersebut merupakan Perda Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Perda No 3/2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (Perda 3K atau biasa disebut Perda K3). Jika perda tersebut ditegakkan sejak munculnya perda tersebut, maka sangat diyakinkan kalau bandung akan benar-benar menjadi kota yang paling tertib, paling bersih, dan paling indah. Bikin peraturan memang mudah, tetapi harus ada yang menegakkan dengan tegas sehingga perda itu tidak diinjak-injak keberadaannya diatas kepentingan bisnis dan keuntungan. Kota bandung milik semua yang ada di bandung. Semoga semakin maju dan semakin nyaman untuk menjadi hunian baik orang muda dan tua.
*pengalaman mahasiswa yang sudah 4 tahun di bandung*
Possibly Related Posts:
- Cerita Tugas Akhir
- Renungan Diri
- Penyederhanaan Voucher Indosat
- Puasa Pertama di Bulan Ramadhan 1431 H
- Potret Kehidupan Desa
Did you enjoy this post? Why not leave a comment below and continue the conversation, or subscribe to my feed and get articles like this delivered automatically to your feed reader.
Bandung sekarang imej nya menurun, gara2 si Aril -_-*