Pengemis, Pengamen, Tukang Parkir di Kota Bandung

Sudah semakin semrawutnya kota Bandung ini, semakin sedikitnya lapangan pekerjaan yang layak, dan semakin malasnya (mungkin) bagi sebagian orang untuk bisa menghidupi dirinya di kota besar yang serba butuh uang ini. Yah, begitulah saya melihat hiruk pikuk keramaian di jalanan kota bandung. Tidak sedikit dari mereka yang tinggal dijalanan dan terus menerus menggantungkan hidupnya dari kedermawanan orang dan keibaan orang melihat kondisi dirinya. Mereka seperti “menjual diri” ketika tak ada pekerjaan tetap yang bisa mereka pertaruhkan untuk hidup.

Yah, begitulah kerasnya hidup di kota besar. Hidup dengan kondisi ekonomi kelas bawah memang susah. Segala cara pun mereka lakukan tak peduli itu sebenarnya layak atau tidak. Misalnya pengemis, mereka hanya bermodalkan diri, tanpa perlu keahlian khusus dan tanpa perlu berpikir keras untuk mendapatkan uang. Namun apakah itu bisa dikatakan suatu pekerjaan? Mereka hanya menunggu kedermawanan orang-orang sekitarnya. Dengan kondisi diri yang lusuh dan muka kasian, orang-orang menjadi iba melibatnya dan akhirnya koin 100, 500 atau 1000 masuklah ke kantong mereka. Sebenarnya sah-sah aja sih seperti itu, namun apakah jika dilakukan setiap hari dengan membawa anak-anak mereka itu pantas? Kemudian dengan suksesnya meraup uang yang cukup untuk hidup sehari-hari maka teman-temannya juga ikutan mengemis. Apakah itu tidak merusak keindahan kota bandung ini? Menambah sesak kota, dan menumbuhkan lingkaran hitam pengemis di kota.

Lain lagi dengan Pengamen, ini juga suatu cara yang lebih halus untuk meminta uang dari orang yang dermawan. Pengamen hanya jreng..jreng..jreng… ga jelas bentar langsung dapat uang terus pergi begitu saja. Pengamen seperti itu hanya membuat orang jadi malas bekerja. Tidak mikir, tidak usaha yang jelas, dan tidak pasti penghasilannya. Namun sepertinya, pendapatan dari mengamen itu besar terbukti banyak yang ikut2an ngamen ditempat umum, biasanya tempat makan atau di perempatan jalan.

Beda lagi dengan tukang parkir, sekarang di bandung ini marak dengan adanya tukang parkir. Dimana-mana ada tukang parkir. Mereka tidak mikir, toko apa yang mereka jadikan lahan. Terkadang tidak rasional juga. Masa kalau ada tukang parkir di fotokopian, saya mau fotokopi 2 lembar =400 rupiah, sedangkan parkirnya minimal 500ribu. Jadi tekor kalo gitu tiap hari. Sebenarnya lahan parkir itu apa sih? kurang jelas definisi lahan parkir dan pemkot juga tidak menertibkan tukang parkir yang ilegal tersebut. Dikatakan di kompas, 13 April 2010, Pendapatan pemkot dari parkir tidak sesuai target yang dicanangkan. Hal itu kontras dengan kondisi lapangan dimana banyak sekali tukang parkir. Jadi jika ditarik benang merah diantaranya, juru parkir semakin banyak tapi pendapatan tidak naik. Hm.. berarti ada yang ga masuk ke pendapatan kota donk. Terus duitnya kemana? masuk ke kantong tukang parkir itu sendiri? Emang cara ngitung parkir gimana sih? Sesuai karcis? Kami ga pernah dapet karcis parkir lho waktu memarkir kendaraan. Kenapa ga dibuat sistem bulanan aja. Tiap bulan bayar sekian rupiah dan kita bebas parkir dimanapun. PEtugas tinggal mengatur posisi kendaraan. Seperti itu akan membuat nyaman bagi segenap pihak.

Nah, sekarang bagaimana pemkot membuat solusi bagi masalah klasik kota ini. Jika tidak ditanggulangi sejak sekarang, maka akan semakin bermunculan lagi pengemis-pengemis lain, pengamen-pengamen lain, dan tukang parkir-tukang parkir lain yang akan membuat sesak jalanan kota bandung yang sudah sempit dan rusak ini.

Did you enjoy this post? Why not leave a comment below and continue the conversation, or subscribe to my feed and get articles like this delivered automatically to your feed reader.

Comments

pertamax …
“Masa kalau ada tukang parkir di fotokopian, saya mau fotokopi 2 lembar =400 rupiah, sedangkan parkirnya minimal 500ribu.”
ora kleru ketik kui kang…
parkire 500 ato 5ribu????
ato 500ribu???

kayaknya itu masalah yang sudah umum di kota2 termasuk solo juga. Bahkan sekarang kita sulit membedakan antara preman dengan tukang parkir.

pengamen dan tukang parkir sekarang banyak yang mreman
atau preman yang jadi tukang parkir

iyo,, bikin males wae kek gitu… saya jadi geram dengan pemerintah, koq sepertinya ga ada solusi dengan masalah ini

” fotokopi 2 lembar =400 rupiah, sedangkan parkirnya minimal 500ribu”
ternyata parkir nang ITB luwih larang soko IT Telkom ya….
gonaku paling gur 500-1000 tok je…

ning kadang yo anyel yen sitik-sitik ono tukang parkir….

Leave a comment

(required)

(required)