Mass Transportation Bandung-Jakarta

Mobilitas yang tinggi merupakan hal yang lumrah di kehidupan kita saat ini. Kita harus berpergian kesana kemari dengan segala macam urusan yang harus diselesaikan. Meskipun ada perangkat telekomunikasi yang bias menghubungan kita dalam jarak ratusan kilometer. Kehadiran kita tentu masih dibutuhkan demi lancarnya komunikasi dan pembahasan yang bersifat penting, bisnis misalnya.

http://www.bismania.com/

http://yudhingeblog.wordpress.com/

http://alexemdi.wordpress.com/

Namun di Indonesia, mobilitas yang tinggi tidak dibarengi dengan hadirnya transportasi missal yang handal. Orang yang memiliki mobilitas tinggi lebih suka menggunakan kendaraan pribadi. Selain lebih cepat, menggunakan kendaraan pribadi lebih nyaman dan lebih hemat. Jika menggunakan mass transportation, kita harus menuju kesuatu pemberhentian, menunggu transportasi lain yang ga tau datangnya kapan, ganti-ganti jalur lagi. Tempatnya kotor. Belum lagi ngetem, macet, nunggu penumpang. Mereka jadi beranggapan menggunakan transportasi umum adalah momok yang harus dihindari. Dengan tidak adanya standar pelayanan yang diberikan oleh transportasi umum itu, maka tidak jarang dari mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian.

Kenapa hal itu terjadi? Bukankah pemerintah menginginkan mengurangi jumlah kendaraan pribadi? Yah tentu saja mereka ingin mengurangi. Namun tidak ada arahan yang jelas dari pembangunan transportasi massal tersebut. Pembangunan transportasi massal yang dibuat juga tidak mendukung mobilitas yang tinggi bagi para penggunanya. Misalnya jarak halte an stasiun yang berjauhan. Hal ini tentu menyulitkan pengguna untuk berpindah-pindah trayek.

Bahkan saat ini, kereta dari Jakarta ke bandung pun dihentikan (kereta parahyangan). PT. KAI mengatakan bahwa operasional kereta parahyangan tidak bisa ditutup dari penjualan tiket sehingga mereka merugi terus. Hal itu lebih disebabkan karena pembangunan ruas jalan toll Jakarta bandung yang bisa memangkas perjalanan dari 3-4 jam menjadi sekitar 2 jam. Sedangkan menggunakan kereta api paling cepat 3jam. Hal inilah yang membuat pengguna beralih memanfaatkan jalan tol sehingga waktu tempuh lebih singkat.

Apalagi ditambah dengan keberadaan travel bandung – Jakarta yang semakin banyak membuat peta persaingan travel semakin ketat sehingga membuat harga semakin murah. Menggunakan travel dari Jakarta bandung hanya diharuskan membayar 60-90ribu saja. Sedangkan menggunakan kereta eksekutif, kita harus membayar 50-60ribu dan bisnis 30-40ribu. Memang sih lebih murah kereta tetapi waktulah yang harus dikorban demi efisiensi biaya. Yang lebih menggelitik, pemerintah juga kurang mendukung adanya transportasi publik. Hal ini diketahui dari munculnya travel-travel dengan beragam perusahaan menawarkan jasa keberangkatan ke Jakarta atau ke bandung PP dengan biaya yang murah. Mereka boleh mendirikan tempat pemberhentian (pool) dimanapun sesuai dengan kemampuannya menyewa tempat untuk dijadikan pool. Sehingga trayek travel dari bandung Jakarta menjadi beragam, misalnya bandung-fatmawati, bandung-tomang, bandung-cibubur, bandung-kelapa gading, dll. Hal ini sebenarnya bisa mematikan transportasi masal yang sudah ada sejak dahulu misalnya bus. Bus hanya bisa menaikkan penumpang di terminal. Yah curang-curang dikit sebelum masuk tol bisa naikin juga. Kemudian mereka juga ngepool di terminal. Padahal jika dilihat, terminal itu letaknya di pinggiran kota. Misalnya leuwipanjang, untuk mengakses ke dago cukup sulit. JAuh, angkotnya lama. Kemudian di terminal lebak bulus, letaknya juga diujung sana. Kemudian terminal pulogadung, untuk sampai monas juga butuh waktu sekitar 30menit tanpa macet. Hal ini juga membuat pengguna transportasi masal memilih lokasi yang dekat dengan yang mereka tuju. Jadi alternative solusi nya adalah menggunakan travel.

Jadi bisakah mass transportation itu bisa terwujud dengan adanya usaha-usaha pribadi dan golongan yang semakin menjamur ini? Bisakah bus-bus bisa bertahan ditengah persaingan travel yang mampu menawarkan alternative tujuan sehingga dekat yang dituju? Mampukah kita mengurangi kepadatan jalan yang sudah semakin parah? Mampukah kita bisa memberikan transportasi massal yang saling terhubung satu sama lain, nyaman, dan tepat waktu? Semua tinggal menunggu waktu. Pembangunan yang tidak melihat aspek secara keseluruhan akan mengakibatkan matinya pembangunan yang lain yang sudah dibangun sebelumnya.

Possibly Related Posts:


Did you enjoy this post? Why not leave a comment below and continue the conversation, or subscribe to my feed and get articles like this delivered automatically to your feed reader.

Comments

saia jadi iri pada jepang yang bisa maju dalam hal transportasi
jun´s last blog ..Berkenalan dengan usaha online #2

tapi kok ya masih sering macet ya? apa gara2 para “the have” gak mau ngalah?
nahdhi´s last blog ..Galang Solidaritas Merapi

good job. btw jika berkenan minta komentar atau tanggapannya untuk tulisan saya di http://adieriyanto.blogspot.com/2010/04/oeroeg-dan-jalan-panjang-humanisasi.html
terima kasih sebelumnya.
Salam kenal
;=)

hmm, saya hoby banget naik bis mas.
eh tapi disolo udah mulai kerasa loh mas ada perubahan transportasi.
kemaren saya lihat BRT masuk Solo.
tau deh makin lancar apa makin macet. mudah2an sih lancar.

kuncinya ya td yg sampeyan tulis..
harus dibikin sebuah pendukung transportasi dg baik.
halte ya dibikin berdekatan..
bus dibikin nyaman..
waktu dibikin tepat..
dll

btw, bisnis kerat sdh dihapus khan???
ahmed fikreatif´s last blog ..Kami Anti Korupsi !! Sumpeh loe?

Aku isih penasaran dolan Bandung numpak Cipaganti

Salam bentoelisan
Mas Ben
Mas Ben´s last blog ..Mei Satu dan Dua

Saya pernah mendengar celutukan seseorang yang berkata bahwa setiap kota besar manapun di dunia ini memiliki sejarah yang tidak lepas dari mass trans. Apapun kotanya. Termasuk Indonesia.

Dan negara-negara tersebut sebetulnya sedang dalam rangka mengerjakan pr bersama yang dimiliki kota-kota besar lainnya di dunia. Saya rasa Indonesia juga sedang dalam mengerjakan PR ini, hanya saja caranya mungkin khas. Kereta dan travel sendiri merupakan dilema antara negeri dan swasta. Pangsa pasar juga sesuatu yang labil mengikuti tren urbanisasi, topologi daerah, teknologi. Pembangunan ruas jalan tol sendiri merupakan salah satu penyelesaian mobilitas publik.

Adapun Jakarta dan Bandung, sebetulnya saya lebih setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa kota ini adalah kota yang sudah terlambat. Pertumbuhan kota dan lahan sudah jenuh. Karena pembangunan kota sejak awal seharusnya sudah memikirkan mass trans, yang kalau ditilik lagi, sudah harus dipikirkan sejak Indonesia merda. Maka dari itu, saya pikir cukuplah dua kota ini dijadikan contoh gagal untuk kota-kota yang mumpung belum terlanjur berkembang seperti jkt bdg.

Btw, saya sendiri lebih suka jika perkeretaapian ditangani swasta. Mungkin teman-teman planologi punya pendapat berbeda. (:
agi tampan´s last blog ..Kanken dan Kanji Freaks

nice article. thanks

Leave a comment

(required)

(required)


*
To prove you're a person (not a spam script), type the security word shown in the picture. Click on the picture to hear an audio file of the word.