Memancing di Sungai

mancing di sungai
Mancing di Sungai, diambil dari kamar hotel Victoria Banjarmasin

Begitulah pekerjaan sehari-orang Bapak tua tersebut. Dia memanfaatkan sungai yang masih cukup alami untuk mengais rejeki dengan memancing. Pancingannya pun masih sangat sederhana. Bermodal 4 buah pancing dan perahu kecil, dia berlalu lalang melintasi sungai di Banjarmasin itu. Pancing itu diarahkan ke segala arah agar kemungkinan ditemukannya ikan semakin besar. Air yang mengalir dengan tenang dan belum terlalu tercemar tersebut membuat ikan masih ada yang bertahan hidup sampai sekarang. Di jaman serba susah seperti ini, masih ada orang yang menggantungkan hidup dengan alam yang sudah semakin rusak. Hanya segelintir orang yang masih percaya alam yang alami bisa menyambung hidup mereka.

Indonesia ini memang sangat kaya. Sampai kita lupa bagaimana melakukan inovasi dan memberikan nilai lebih terhadap apa yang kita miliki. Kita disibukkan dengan kebanggaan diri dan merasa pasrah terhadap hidup karena tanpa melakukan apapun kita masih bisa hidup dengan menggantungkan alam. Tongkat kayu dan batu saja bisa menjadi tanaman, tak usah menebar bisa menuai, tak usah memberikan effort yang besar sudah bisa menikmati hasil. Sungguh, Indonesia ini memang kaya, namun kekayaannya hanya dikuasai oleh segelintir manusia yang mau berusaha lebih.

Pak tua itu sebagai potret kehidupan yang masih berada dijauh level cukup untuk bisa menikmati kekayaan Indonesia ini. Dia hanya pasrah dalam mencukupi hidup dengan mencari ikan di sungai dengan alat sederhana. Walaupun selalu dapat setiap hari, hasil tangkapannya pun pasti hanya cukup untuk keluarganya saja.

Ketika saya memandanginya dari kamar hotel, miris hati ini. Bagaimana bisa dia cukup kalau hanya begitu-begitu saja setiap hari. Rejeki memang dari Tuhan, namun jika kita tidak berusaha maksimal apakah itu juga benar?

*catatan perjalanan dinas ke kalsel*